Kamis, 28 Maret 2013

INGATAN YANG KEMBALI 3

Bagaimana? Apa menarik? Masih ada lanjutannya, silahkan dinikmati. Semoga kalian senang dengan cerita ini...

MURID BARU MERUBAH SEGALANYA (Sabtu)


                “Gila! Jantungku berdetak terlalu keras kemarin!” seru Anita saat aku memarkirkan pantatku di bangku. Aku hanya tersenyum mendengarnya. “Sebenarnya pekerjaannya itu apa sih? Potongannya cukup rapi untuk seorang cowok, hlo!” lanjut Anita tak berhenti kagum. “Jangan terlalu kagum. Pamanku tidak sehebat Allah.” Balasku. “Itu terlalu pasti, Taniaku sayang.” Aku hanya tersenyum lagi mendengarnya. “Paman hanya seorang manager marketing.” Jawabku. “HEEEH!!! Gak mungkin! Masa’ bisa memotong rambut sehebat ini?” balas Anita tak mempercayai. “Katanya ada seorang cewek yang mengajarinya. Cewek itu bakal jadi bibiku. Tapi bukan pacarnya Paman.” Jawabku, mengeluarkan buku pelajaran dari dalam tas.
“Ah, payah! Benar juga… orang ganteng pasti sudah memiliki pasangan. Apalagi seorang muslim. Rumit untuk menjelaskan hubungan Pamanmu, ya!” kata Anita. “Yah, begitulah. Bagaimana besok denganku, ya? Hahaha… itu masih terlalu jauh.” Balasku, dengan tangan menyalin pekerjaan milik Anita.
“Apa kau kecewa?” tanyaku pada teman sebangkuku. “Mo? Apa menurutmu aku menyukai pamanmu? Aku hanya mengaguminya.” Jawab Anita. “Apa aku harus percaya?” balasku, menggoda Anita. “Aish…” balas Anita, aku hanya tertawa melihat ekspresinya itu.
Bel masuk pun berbunyi. Guru biologi memasuki kelas kami yang… cukup bisa dibilang kinclong! Eeehhh… guru biologi itu membawa seorang murid baru? Suasana kelas menjadi bising mempertanyakan murid baru itu. Rambutnya yang cukup gondrong hingga bawah telinganya dan berponi. Dengan tindik yang cukup banyak di bagian telinga kanan dan kirinya, memperlihatkan jika dia tipe orang yang tidak kusukai. “Hari ini kita kedatangan murid baru dari luar negri. Perkenalkan dirimu, Nak.” Kata guru biologi itu. Aku tak mengerti apa alasannya guru itu berbicara bersamaan dengan keluarnya keringat yang kelihatannya itu adalah keringat ketakutan. Murid-murid yang lain ramai menanyakan hal yang sama seperti pertanyaanku, ‘kenapa dia pindah disaat akan menghadapi ujian?’ kalian heran juga? Yah, berarti kalian tipe orang yang rata-rata. Kalian tidak jauh beda dari aku dan yang lainnya. Kalian tipe yang mudah beradaptasi.
“Jangan pernah merepotkanku.” Kata murid baru itu dengan dinginnya. “HHHHEEEEE….?” Balas murid-murid yang lain dengan sangat serempak. Aku juga termasuk, lhoh… aku benar-benar heran dengan murid baru itu. Bu guru biologi juga cukup tercengang dengan tingkah murid didik yang satu ini. Tapi kelihatannya guru ini mengerti benar sikap murid baru ini. Haah… ini memusingkanku! “Ah! Baik-baik dengan murid yang satu ini, ya. Dan, silahkan kau pilih bangku yang kau suka.” Kata guru itu dengan gugup. Ini sangat mencurigakan. Ah, sudahlah, dia juga bukan urusanku.
“Aku akan duduk disebelah cewek berjilbab dan berkacamata itu.” Kata murid baru itu. Sekali lagi dia sukses membuat satu kelas tercengang kembali. “Tania? Tapi dia sudah ada teman sebangku.” Balas guru biologi dengan tingkah grogi dan tak ada kepercayaan diri.
“Heee… ternyata kalian saling kenal, ya?” tanya Anita, terheran-heran. “Jika aku mengenalnya, sudah sedari tadi aku menyapanya.” Balasku, menatap Anita tidak senang. “Eh, kelihatannya kau tidak menyukainya.” Balas Anita, tak percaya. “Ya!” jawabku dengan tegas.
“Perhatian… baiklah, jika begitu. Tania, apa kau keberatan sebelahan dengan Hoshikuzu?” tanya Bu guru biologi itu pada akhirnya meminta pendapatku. “Ya!” jawabku dengan singkat dan tegas.
“Eh, apa kau yakin, Tan?” bisik Anita tak percaya. Anita menatap murid baru yang bernama Hoshikuzu. Wajah si anak baru itu terlihat menatap tajam kearahku. “Akuma… Amai…” kata Hoshikuzu dengan senyum liciknya, kemudian ia pun menghampiriku. Pandangan seluruh kelas pun tertuju pada kami. “Kau, selalu seperti itu.” Bisik Hoshikuzu, membuatku membelalak tak percaya. Dia membalas dengan senyum sinisnya. “Ta, Tania, dia mengenalmu.” Kata Anita. “Benar... Apa kau mengenalku?” tanyaku, menatapnya tajam. “Bagaimana denganmu?” balik tanya Hoshikuzu. Dia pun menyingkirkan tas Anita dan membuat Anita pergi dari bangkunya. “Aku akan lebih banyak bertanya dengan perempuan ini. Jadi kau dan yang lainnya tidak perlu mencemaskanku.” Kata Hoshikuzu berbicara pada guru biologi yang sedang membeku di depan kelas.
Pelajaran pun dimulai kembali tanpa ada keributan. Namun itu hanya berlangsung 5 menit. Dan bel pun berdering dengan nyaringnya. Pergantian jam pelajaran dimulai. Kelas pun menjadi bising. Dan tidak sedikit pula yang sedang membicarakanku dengan cowok baru ini. “Apa di Indonesia menyenangkan?” tanya Hoshikuzu, yang sedari tadi saat jam pelajaran memandangku terus. “Bukankah kau sudah lama ada di sini?” balik tanya aku, tanpa memandangnya sedikit pun. “Kau tipe yang cukup pintar juga, ya.” Puji Hoshikuzu. Aku sungguh tidak menyukainya. “Aku dengar orang Indonesia cukup ramah. Bagaimana denganmu?” tanya Hoshikuzu kembali. “Apa di Jepang orangnya pada galak-galak?” balik tanya aku kembali. “Baiklah, akan aku layani permintaanmu.” Balas Hoshikuzu, membuatku cukup memandang wajahnya yang mulai serius (bermain). “Bagaimana dengan pelajarannya? Menurutku level SMA disini mungkin seperti level SMP disana kali, ya?”
“Apa menurutmu aku ini suka bemain macam seperti ini? Ini memalukan.” Balasku, menyudahi permainan sebelum dimulai. “Apa itu tidak menarik? Permainan apa yang menurutmu menarik?” tanya Hoshikuzu tidak mau menyerah. “Apa itu penting?” balasku dengan dinginnya. Untuk sementara, mungkin itu membuatnya bungkam. “Apa boleh aku minta jadwal pelajarannya?” tanya Hoshikuzu mulai membuka pembicaraan baru. Untunglah bukan hal pribadi lagi. “Mintalah ke ruang TU.” Jawabku sedikit melunak. Senyum kemenangan terukir pada wajah Hoshikuzu.
Setelah pelajaran, dilanjutkan istirahat pertama. Aku kembali kepada Anita kusayang. Haaah… rasanya seperti sudah seminggu tidak bersamanya. “Pusing dekat dengannya. Anita, aku ingin bersebelahan denganmu lagi. Aku bahkan lebih berisik dari biasanya jika duduk dengannya. Bukankah tujuan utama sebangku ada dua jenis kelamin itu agar tidak ada yang ramai, tapi kenapa aku dengannya malah lebih ramai dari biasanya. Apalagi dia yang selalu mengajakku ribut. Dan aku benar-benar kesal saat guru menegurku. Itu baru yang pertama dalam kehidupan SMA ku ditegur oleh guru. Itu sangat memalukan, Anita. Dan dia sangat cerewet. Haaah… rasanya sangat menyebalkan. Aku ingin duduk denganmu lagi.” Keluhku pada Anita. Meski aku mengeluh sepanjang sungai nil, dia akan tetap terus mendengarkanku. Itulah tipe sahabat yang aku sukai. Apalagi setelah aku berkeluh kesah, dia pasti menanggapinya.
“Kau berubah, Ya.” Kata Anita. “Eh?” balasku tak mengerti. “Biasanya kau mengeluh kurang dari 20 detik, itu pun sudah menyangkup semuanya. Dan sekarang, cuma karena masalah satu cowok, kau mengeluh sangat banyak dan panjang. Aku sih tidak keberatan untuk mendengarnya. Hanya cukup terkejut saja.” Jawab Anita membuatku sadar. Aku terlalu perhatian pada murid baru itu. Itu bukanlah tipeku. Ini terlalu rumit. “Kau benar…” tanpa tersadar aku mengikuti arah pembicaraan lelaki itu.
“Tapi Tan, Hoshikuzu itu lumayan keren juga, bukan!? Bahkan dia kereeeeennnn abis!!!!” kata Anita dengan semangat membaranya. “Aku lebih suka Rasulullah. Aku bahkan bisa membayangkan setampan apa Rasulullah.” Balasku, dengan menatap jauh ke langit. “Aku pikir kau tidak akan dapat bertemu dengan Beliau.” Kata Anita, memandangku tanpa ekspresi. “Hehehe… iya juga sih. Aku terlalu bermimpi, ya!” balasku, membenarkan perkataan Anita.
Seperti ada yang mengikuti. Apa hanya perasaanku saja ya? Aku pun membalikkan tubuhku secara tiba-tiba. Tapi tidak ada yang menatapku. Semuanya sedang sibuk dengan topiknya masing-masing. “Ada apa?” tanya Anita, heran. “Tidak. Bukan apa-apa.” jawabku, melanjutkan perjalanan ke kantin. Anita terlihat bingung menatap ke belakang, namun ia pun mengikutiku dari belakang. Tanpa aku sadari memang ada yang mengikutiku.
Saat di kantin, kami pun memesan makanan seperti biasanya. Aku nasgor gak pake moto dan Anita sop ayam tanpa tomat. Dan minumannya aku jus jambu dan Anita lemon tea. Dan perasaan itu muncul lagi! Seperti ada yang memata-mataiku. Entahlah, tapi ini sangat mengganggu. “Dari tadi kelihatannya kau terlihat was-was, Tan.” Kata Anita, yang menyadari sikapku. “Ah, tidak juga. An, jika haidnya sudah selesai, mandi besarnya harus pakai bunga-bunga, ya?” balasku. “Hah? Denger dari siapa, tu? Rumor itu.” Jawab Anita, menyendok satu suapan. Aku pun mengangguk-angguk mengerti. “Jadi hanya membersihkan kulit dari debu, lalu berniat, lalu berwudhu, yang terakhir mandi. Iya, kan?” tanyaku, memastikan. “Nyem… itu tahu. Mudah bukan?” jawab Anita, setelah menelan satu suap.
“Ah, kebiasaan nih. Anita, aku ke belakang dahulu, ya.” Kataku, pamit ke belakang. “Selalu begini.” Balas Anita menatapku dengan kecewa. “Maaf… kebiasaan yang tidak bisa diubah sih. Nih uang yang harus aku bayar. Thanks ya. Mmuuaaahhh… aku sayang kamu.” Kataku, mencubit pipi Anita. Kemudian aku pun langsung pergi ke toilet.
Saat aku keluar dari toilet, aku melihat Hoshikuzu menunggu seseorang di luar toilet. Cukup terkejut, namun aku pun melangkahkan kakiku pergi melawatinya. “Apa kau sungguh melupakanku?” mendengar pertanyaan itu, langkahku terhenti. “Subhkaa namanlaa yanaa muwalaa yashuu. Maha suci Allah yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lupa. Aku bukan Tuhan yang bisa selalu mengingat hal-hal yang tidak penting.” Balasku, tanpa menoleh. Aku pun langsung meninggalkannya. “Begitu…” lirih Hoshikuzu.
*** *** *** 

Tidak ada komentar :

Posting Komentar