FAKTA YANG TIDAK DIKETAHUI (Rabu)
Aku ikuti koridor sekolah yang panjang dan gelap ini, namun begitu ramai akan murid-murid. Salah satunya Hoshikuzu yang sedang berjalan santai menuju kelas. Aku berlari mendekatinya. Hoshikuzu menatapku sebentar, lalu ia palingkan wajahnya. “Mmm… ouhayouk…” kataku, berbasa-basi. “Ouhayouk…” balasnya dengan santai. “Kemarin, maaf…” kataku, menghentikan langkahku yang diikuti Hoshikuzu, tepat di depan kelas. “Ahh, jika maksudmu mendiamkanku, itu tidak masalah. Tapi masalahnya kenapa?” balas Hoshikuzu. Aku pun bingung untuk mencari alasan. “Mmm… Aku akan membalasnya di ujian nasional besok!” balasku pada akhirnya, pergi menghampiri Anita yang sedang belajar di tempatnya. Hoshikuzu pun menatapku heran.
“Jadi, bagaimana?” tanya Anita,
menghentikan aktifitasnya. “Bagaimana…?” balik tanya aku, tak mengerti. “Pemuda
yang kau bilang pencopet itu.” Jelas Anita. “Oooh… Surya tho… yah, aku tidak
melaporkannya ke polisi, tapi ke komnas HAM dan perlindungan anak. Dan juga
ditangani oleh Mentri Pendidikan. Cukup rumit sih dengan kasus yang seperti
ini. Dan juga sampai penyiaran televisi pun ikut berdatangan.” Balasku
menceritakan.
“Apa Hoshikuzu tetap mengikutimu?”
tanya Anita penasaran. “Aish… kenapa menanyakan hal itu? Aku tidak tahu jelas,
sih. Tapi dia itu bagaikan ninja yang hawa kedatangannya tidak terasa.”
Jawabku, melirik Hoshikuzu yang jauh di depan. “Hei, sepertinya dia
menyukaimu.” Tebak Anita, ikut meliriknya. “Jika aku dekat dengannya aku juga
merasa dia seperti Usui.” Balasku. “Usui?” tanya Anita tak mengerti. “Ck, iya
Usui… mmm… my sweet kaicho.” Jelasku, mencoba membuat Anita ingat. “Ah… iya!
Usui Takumi, ya! Eh, jadi kangen sama Usui. Iya, mirip… mirip!” balas Anita
teringat.
Bel pun berdering sehingga aku
harus kembali ke asal mulaku, dimana Hoshikuzu duduk di sampingku. “Sepertinya
kau belum puas berbicara dengannya.” Kata Hoshikuzu, menghentikan aktivitas
membacanya. Aku melirik Anita yang melanjutkan mengerjakan fisika. “Yah,
begitulah... kenapa? Kau mau tukar tempat?” balasku dengan judes. “Ya.” Jawab
Hoshikuzu dengan tegas. Aku pun membelalakan mata tak percaya. “Panggil Anita
kemari.” Suruh Hoshikuzu. Tanpa curiga sedikit pun aku pun menurutinya. Anita
pun aku panggil bersama dengan tasnya sekaligus.
Entah kenapa, tasku sudah ada di
atas meja belakang yang diduduki oleh Raisha dan Sishil. Dan Hoshikuzu menaruh
tas Anita di tempat dudukku. Aku hanya bisa memandangnya bingung. Anita pun
demikian. “Hei, cepat kembali ke tempatmu. Guru sudah datang.” Kata Hoshikuzu
dengan tatapan mengusir. “Ta, tapi…” kataku namun disela oleh guru.
“Tania… kenapa masih berdiri?”
tanya guru matematika. “Astaghfirullah… aish… baik, Bu.” Kataku dengan berat
hati. Aku pun menuju bangku mantan Anita. Dan melihat Hoshikuzu bersebelahan
dengan Anita, terlihat asyik mengobrol meski awalnya sedikit kikuk.
“Kau Anita Putri?” tanya Hoshikuzu,
memulai pembicaraan. “Hahaha… plis deh, itu pertanyaan paling konyol yang
dilontarkan oleh teman sekelas sendiri!” balas Anita, memukul jidatnya. “Pulang
sekolah, aku ingin bicara denganmu.” Kata Hoshikuzu, membuat jantung Anita berdetak lebih cepat. “Datanglah sendiri.”
Kata Hoshikuzu, melanjutkan. Perkataannya membuat pipi Anita memerah.
Aish… kenapa tuh anak pipinya
memerah setelah Hoshikuzu mengatakan sesuatu? Jadi pengen ketawa ngeliatnya.
Aduh, itu membuatku tertawa. Apa dia menyukainya? Hmpf… tapi ekspresinya itu
gak bisa biasa ya?
Sepulang sekolah, aku melihat Anita
segera pergi meninggalkan kelas. Aku pun memandangnya heran. Dengan segera aku
lari mendekatinya. “Tergesa-gesa sekali. Mau kencan, ya?” godaku. “Aih… kenapa
kau bisa disini?” spontan Anita, mungkin tanpa ia sadari. “Hah? Kau aneh. Ada
apa, sih?” tanyaku heran. “Tidak… aku hanya tergesa-gesa karena mau… BAB.” Kata Anita, pergi lebih cepat. Aku
pun menghentikan langkahku melihatnya sangat tergesa-gesa.
***
*** ***
Kita sekarang akan mengintip
pembicaraan Hoshikuzu dengan Anita sahabatku. Tapi ceritanya aku tidak ada ya.
Ah, sayang banget aku melewatkan pembicaraan penting ini.
Anita terduduk kikuk di hadapan
Hoshikuzu, dengan wajah merahnya yang membuatku ingin tertawa
terpingkal-pingkal. Ah, aku lupa jika aku tidak ada di sini. Waiter datang di
tengah kekikukan Anita dan kesantaian Hoshikuzu meminta pesanan. “Es teh dan es
jeruk masing-masing satu. Kau?” tanya Hoshikuzu kepada Anita yang terlihat
bingung dengan pesanan Hoshikuzu yang sangat sederhana itu. “Ah, coffe latte
saja.” Jawab Anita sesegera mungkin. Waiter pun mencatat dan mengulang pesanan
mereka. “Mbak, sama satu gelas kosong, ya.” Pinta Hoshikuzu, membuat Anita
heran lagi. “Baik, Tuan.”
“Apa kau benar-benar sahabat
kecilnya?” tanya Hoshikuzu ketika waiter meninggalkan mereka. “Apa kau sungguh
tak mempercayaiku!?” balas Anita dengan sedikit emosi. “Apa kau ingat siapa
saja teman masa kecilmu?” tanya Hoshikuzu, menatap serius Anita. “Apa maksud dari
perkataanmu?” balas Anita, mulai menyadari jalan pembicaraan ini.
Waiter pun datang membawakan
pesanan mereka. “Satu es teh, satu es jeruk, satu coffe latte, dan satu gelas
kosong. Jika ada yang ingin dipesan lagi, mohon panggil kami.” Kata waiter,
kemudian pergi. “Kau ingat, es teh dan es jeruk ini?” tanya Hoshikuzu,
mengangkat kedua gelas itu kehadapan Anita. Anita pun teringat akan hal itu.
“Tidak… jangan kau ingatkan masa itu pada kami. Sebenarnya siapa kau? Kenapa
menyuruhku untuk mengingat hal itu?” balas Anita menatap Hoshikuzu tak percaya.
Terlihat empat orang anak sedang
bermain di sebuah halaman yang cukup luas. Salah satunya bersembunyi dibalik
tembok. Dan seorang gadis menyadari keberadaan anak yang bersembunyi itu.
“Kuzu, kenapa kau menyendiri?” tanya gadis itu, jongkok mengimbangi anak
laki-laki itu. “Aku sedang mengadakan eksperimen. Kau mau mencoba?” jawab anak lelaki
itu, menawarkan. “Apa ini?” tanya gadis itu, memperhatikan kedua gelas yang
berisi air berwarna coklat dan kuning. “Ini jeruk dan teh. Aku dengar dari
Bunda, jika mereka dicampur, akan menghasilkan rasa yang menakjubkan. Mau?”
jawab anak lelaki itu, mencampur jeruk dan teh itu di gelas lain. “Mmm… aku
jadi yang pertama merasakan percobaanmu?” tanya gadis itu, dengan merona. “Ya.
Tapi aku gak jamin kata Bundaku itu benar.” Balas anak laki itu menyerahkan segelas
air yang sudah dicampur. Gadis itu pun meminumnya. “Ahh… ini benar-benar enak!
Apa Bundamu memberitahu nama dari minuman ini?” kata gadis kecil, dengan
semangatnya. “Apa sungguh itu enak? Aku tidak suka yang kecut. Itu lemontea.”
Balas anak laki-laki itu dengan tampang cukup terkejut.
Air mata Anita jatuh mengalir ke
pipinya. “Apa… ini… hiks… tidak… bagaimana… tidak… Kuzu?” kata Anita, menatap
Hoshikuzu. “Minumlah.” Suruh Hoshikuzu,
memberikan satu gelas air yang telah bercampur. Anita pun meminum pemberian
Hoshikuzu. Air mata Anita semakin deras mengingat rasa lemontea tidak jauh
berbeda dari yang dahulu. “Kenapa kau kembali?” tanya Anita setelah air matanya
mulai surut. “Kau ingat kakakku?” balik tanya Hoshikuzu. “Jangan, jangan sebut
namanya. Itu nama terlarang bagi kami,terutama untuk Tania.” Balas Anita,
membuat Hoshikuzu terkejut.
“Apa sebegitu menyakitkannya hingga
kalian ingin melupakan kami?” tanya Hoshikuzu.
***
*** ***
Tidak ada komentar :
Posting Komentar